Rismanto sedari remaja sudah menjadi orang yang sangat nakal. Perbuatannya yang suka mencuri uang dan telur peliharaan ayahnya kerap membuatnya dia harus dihukum. Bukan dengan tamparan sang ayah akan menghukum, tetapi dengan ikat pinggang. Sabetan demi sabetan membuat badannya begitu kesakitan. Ayahnya pun tak segan-segan menghukumnya di depan anggota keluarga lainnya yang membuat di dalam dirinya timbullah dendam dirinya untuk membalas semua perbuatan sang ayah.
Menunggu waktu itu datang, amarah dan dendam yang dipendam oleh Anto kepada ayahnya dilampiaskannya di luar rumah. Ia bergaul dengan lingkungan anak-anak yang tidak baik, jorok, dan nakal. Hari-harinya diisi dengan mabuk-mabukkan. Menurutnya, inilah komunitas yang bisa menerima dia. Keluarga yang seharusnya menjadi orang terdekat baginya malahan adalah orang-orang tidak pernah percaya akan dirinya. Hal inilah yang membawanya senang hidup di dalam dosa.
Perbuatan Anto dan teman-temannya semakin hari semakin brutal dan begitu meresahkan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
"Ada mobil lewat, saya cegat, saya hajar itu mobil, saya pecahkan itu mobil sehingga banyak masyarakat yang resah disana. Gak ada punya pikiran pengen jadi orang seperti ini atau seperti ini," ujarnya.
Anto pun tidak percaya dengan perkataan yang keluar dari mulut ibunya sendiri ketika ia sedang menuju ke ruang ibunya yang sedang berdoa. "Ia bilang, ‘Tuhan cepat ambil nyawa anak saya karena dia telah meresahkan cukup banyak orang' Bukannya mengubah, tetapi dia justru sama saja. Ia tidak menyukai saya, jadi untuk apa lagi saya hidup benar kalau semua orang tidak menyukai saya."
Hatinya hancur, Anto semakin liar. Karena begitu terkenal dengan kenakalannya, Anto diundang dalam sebuah pesta narkoba.
"Hari itu saya ingat malam minggu. Pesta dimulai jam 8 malam. Di atas meja itulah ada obat-obatan, minum-minuman dan jumlahnya cukup banyak. Saya langsung ambil 8 nih karena saya pingin disebut super kan hari itu. Kan khusus datang dari Bandung. Minum kan diteguk aja gitu tanpa dihitung lagi. Ambil lagi, nih...nih.. Mungkin karena terlalu banyak mengonsumsi dalam waktu yang singkat ya langsung minum atau telan, saya pingsan, gak sadarkan diri."
Rekan-rekan satu mabuk dengan Anto, pergi meninggalkannya karena kebingungan. Mereka begitu ketakukan karena dipikir dirinya sudah meninggal jadi mereka menyembunyikan dirinya di ujung kursi tamu dimana mereka waktu itu sedang berpesta minuman keras dan obat-obatan terlarang agar terlepas dari tanggung jawab.
Selama empat hari Anto tidak sadarkan diri, bahkan sudah dianggap mati. Namun dia seakan tidak peduli akan kematian dan semakin menjadi-jadi.
"Bukannya bertobat, justru saya semakin menjadi. Saya semakin terus mabuk dengan minuman yang lebih dari hari-hari sebelumnya. Saya terkapar hari itu di depan pintu kamar saya karena di paviliun. Saya sudah tidak sanggup lagi untuk buka pintu. Saya bangun siang, buka pintu, lalu pindah ke dalam, saya lanjutkan tidur saya disitu dan saya baru bangun sore." Ungkapya.
Anto begitu terkejut saat dia terbangun ada seseorang yang duduk di samping tempat tidurnya. Pria yang usianya lebih muda darinya itu pun mengajak dirinya bertobat dan berbalik kepada Tuhan.
"Saya kaget, kok ada orang ini disini. Terus dia bilang, ‘inilah saatnya untuk saya bicara kepada abang, "Bang, kayaknya hari ini adalah hari yang tepat abang untuk bertobat. Saya hanya ingin abang mau berdoa , jadi abang jangan tolak' Dan dia doakan saya waktu itu. Orang ini benar-benar mengasihi saya, orang ini betul-betul memperhatikan saya, orang ini betul-betul peduli kepada saya. Tidak seperti keluarga saya kemarin. Tidak ada satu pun yang tidak peduli kepada saya. Tidak ada satupun yang mengasihi saya"
Selama dua tahun pria tersebut setia membimbing Anto. Melalui kasih dari pria tersebut, Anto pun dapat mengenal dan merasakan kasih Tuhan. Kasih dan pengampunan yang telah diterimanya dari Tuhan pun akhirnya memampukannya melakukan sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya.
"Ketika saya lihat ayah saya yang ada di Kalimantan, saya rindu. Dulu saya benci ketemu sama dia, sekarang saya rindu ketemu sama dia. Kerinduan itu saya tulis dalam surat. Saya katakan, ‘Saya rindu Bapak. Kapan Bapak pulang? Saya ingin bertemu dengan Bapak karena saya sudah mengampuni dia. Tidak lagi dia sebagai ayah yang kejam bagi saya, tetapi betul-betul ayah yang saya butuhkan dari dia. Dari surat-surat yang dia kirim kepada saya, saya merasakan kasih sayang dia. Aduh, luar biasa dia ternyata dia Ayah mengasihi saya"
Untuk membenahi hidup yang sebelumnya telah dia hancurkan sendiri, Anto memutuskan untuk kuliah. Dengan berbekal penghasilan sebagai pedagang asongan di lampu merah, ia pun dapat membayar uang kuliahnya ketika itu.
Usahanya tidak sia-sia, Anto lulus kuliah dengan prestasi yang cemerlang dan menjadi kebanggaan bagi keluarganya. Saat ini, Anto telah menjadi direktur pada perusahaannya sendiri, memiliki sebuah restoran bebek, rental mobil, dan memiliki sebuah lembaga bahasa asing, namun tetap menjadi pribadi yang rendah hati.
"Kehidupan saya dulu tuh ibaratnya seperti seekor kodok buruk, yang tidak mempunyai nilai, yang tidak disukai orang, bahkan kehadirannya dihindari orang ya karena jijik. Karena kasih sayang Tuhan Yesus, saya tidak lagi menjadi kodok buruk, tetapi seorang pangeran," ujar Rismanto mengakhiri kesaksiannya.
Sumber Kesaksian:
Rismanto