EnglishFrenchGermanSpainItalian DutchRussianPortugueseJapaneseKorean

Google Search

Custom Search

Tuesday, August 24, 2010

SENANGNYA BERBAGI

Pagi ini cuaca cerah. Sinar mentari yang selama 3 hari terakhir tertutup mendung, sekarang dengan ceria memberikan kehangatannya. Jalan depan rumah ramai dengan orang yang berlalu lalang berolah raga, tua muda besar kecil, dengan langkah santai dan wajah gembira melakukan aktifitas dalam kebersamaan mereka.Jam menunjukkan 09.30 wib ketika aku bergegas menuju ke Gereja dengan naik angkutan umum.

Tiba di Gereja, masih menyaksikan sekolah minggu. Menyenangkan melihat kepolosan anak-anak kecil yang ceria dengan permainan dan pembelajaran tentang Tuhan Yesus. Anak-anak polos dengan tingkah laku yang lucu dan menyenangkan. Dan remaja yang beranjak dewasa dengan gaya tegas dan semangat mereka. Generasi muda yang menyenangkan dan penuh sukacita.

Jemaat yang datang sudah cukup banyak. Beberapa orang tua yang sudah beribadah pada jam 06.00 sekarang terlihat bergegas pulang bersama anak-anak mereka yang baru selesai sekolah minggu.

Di bangku tengah pojok,kulihat ibu tua itu. Seperti kebiasaannya, ia selalu duduk di bangku pojok, sendiri... Aku menghampirinya, dan duduk disampingnya.
"Selamat pagi ibu.... Apa kabar?" sapaku setelah berada di dekatnya.Ibu tua itu menatapku dengan wajah berseri. Mulutnya yang tertawa lebar memperlihatkan gusinya yang telah tidak bergigi lagi. Rambut putih tipis yang tersisir rapi diikat buntut kuda kecil. Keriput diwajahnya dengan bola mata sipit menatapku dengan gembira.
"Kabar baik ibu.... Walau agak kurang enak badan...." sahutnya sambil menjabat tanganku dengan erat.
"Sakit apa ibu..." tanyaku sambil memeluk pundak kecilnya yang sudah agak bungkuk. Ibu itu usianya sudah 75 tahun. Dia mengatakan badannya agak capek, dia berharap nanti bisa pulang dan tiba dirumahnya tanpa halangan.

Sebelum beranjak ke ruang konsistori, kuselipkan uang ketangannya. Ibu tua itu nampak terkejut dan dengan spontan menolak.
"Ah.... jangan, saya tidak mau..." tolaknya.
"Ibu, kalau ibu menolak uang ini sama juga ibu menolak rezeki dari Tuhan... Tuhan bisa marah lho ibu..." sahutku sambil tersenyum.
"Ibu selalu begini, selalu saja memberi saya. Saya jadi tidak enak dan malu...." katanya tetap berkeras menolak.
"Ibu, mengapa harus tak enak atau malu.... Ini milik ibu, Tuhan Yesus menitipkannya lewat saya. Saya ingin katakan ya bu, saya saja tidak pernah merasa tidak enak atau malu waktu menerimanya dari Tuhan, masakan ibu harus merasa tidak enak dan malu... Ambillah, ini rezeki ibu...." sahutku dengan tersenyum. Ibu tua itu menatapku dengan ragu, dan mata tua itu nampak berkaca-kaca.

Dengan senyum aku mengangguk pelan. Dengan tatapan yang kurasa ibu itu bisa mengerti, bahwa aku tulus memberinya. Wajahnya nampak seolah ingin menangis, bibirnya nampak bergetar dan matanya berkaca-kaca ketika dengan kedua tangannya dia menciumi uang Rp.50.000,- itu.
Aduh.... aku benar-benar kaget dengan reaksi spontannya itu, apalagi berkali-kali ia mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yesus, sambil menatap kelangit-langit gedung Gereja, seolah ia melihat Tuhan Yesus itu di sana.
"Oh... ibu baik sekali, ibu selalu memberi saya seperti ini. Waktu ulang tahun saya ibu dulu, ibu juga memberi hadiah banyak untuk saya...." katanya sambil menatapku dengan sukacita, "bu, bolehkah saya mencium ibu...?" tanyanya ragu.
"Wah.... tentu saja boleh...." sahutku tertawa sambil mendekatkan wajahku kewajahnya. Ibu itu mencium kedua pipiku dengan gembira. Tetes air matanya menempel di kedua pipiku.
Tuhan Yesus..., sungguh perlakuan yang kurasakan agak berlebihan untuk satu pemberian kecil, tapi aku tahu dia tulus.

Dan heran juga, dia masih mengingat kejadian waktu aku bersama putraku ditengah hujan rintik pada suatu malam November tahun lalu, berdiri didepan rumahnya dengan satu bingkisan berisikan segala kebutuhan rumah tangga.
Rumah itu sangat sederhana, agak gelap, dan ibu tua itu tinggal sendirian dirumahnya, karena memang dia sebatang kara. Suaminya sudah lama dipanggil Tuhan pulang ke Sorga dan ia tak mempunyai anak yang dilahirkannya sendiri, tetapi Ia mempunyai lima orang anak asuh yang sudah berkeluarga, hanya saja ibu tua itu lebih suka tinggal dirumahnya sendiri, dalam kesederhanaannya.

Waktu pintu rumah itu kami ketok dan ia keluar dari rumahnya, aku dan anakku menyanyi lagu "Panjang Umurnya". Panjang umurnya.... panjang umurnya... panjang umurnya serta mulia... serta mulia... serta mulia....
Mulanya ia terlihat kaget dan bingung, tapi kemudian ikut bernyanyi bersama kami...

Ditariknya kami masuk kerumahnya dan dia peluk dan ciumi aku dan anakku dengan tangisan."Aduh.... ibu kok tahu saja kalau saya ulang tahun...., saya sendiri sudah lupa kalau saya hari ini ulang tahun...." katanya sambil tersedu...
Aku menyatakan maafku, bukan bermaksud membuatnya bersedih, tetapi hanya ingin berbagi kebahagiaan dengannya.
Dia begitu gembira ketika melihat apa yang kami bawa untuknya.
"Ibu kok tahu saja kalau saya sudah seharian ini mandi tidak pakai sabun karena sabun saya habis...." katanya sambil tertawa gembira memegang sabun mandi yang kami bawa.
Aku sangat terharu tapi sukacita. Ternyata berbagi terhadap seorang tua yang kesepian dihari bahagianya membuat hati kami gembira.

Sekarang ia mencurahkan perasaannya, bahwa selama ini ia sering menerima pengaduan dan curhat dari orang-orang disekelilingnya dan juga anak-anaknya, tetapi tak pernah punya kesempatan untuk mengutarakan perasaan hatinya sendiri. Kukatakan bahwa ia boleh bercerita apa saja padaku, karena aku dengan senang hati mendengarnya. Dengan wajah berseri ibu tua itu menceritakan kenangan masa mudanya bersama suaminya, anak-anaknya, menceritakan kebiasaan cucu-cucunya yang bila mereka bertemunya, sangat suka menciumi paha ibu tua itu dan merebahkan kepala mungil mereka dipangkuan ibu itu. Aku sangat suka menatap wajah berseri yang menceritakan anak dan cucunya dengan penuh suka cita dan kebanggaan. Tidak ada sama sekali keluhan, yang ada hanyalah ungkapan sukacita dan syukur atas karunia dan berkat dari Sang Pencipta dalam kehidupannya.

Saudaraku terkasih,
Ibu pendeta yang melayani kami siang ini adalah perempuan muda yang hebat dan tegar. Sangat singkat hidup perkawinannya dengan suaminya yang juga seorang pendeta, karena Allah Bapa Sorgawi memanggil suaminya pulang ke Sorga. Ibu pendeta tinggal berdua dengan anak angkatnya, seorang pemuda kecil tampan berusia tujuh tahun. Saya suka melihat ketegaran, senyum manis yang selalu tersungging dibibirnya, dan keramahannya melayani para jemaat di Gereja kami.

Firman Tuhan yang disampaikannya pada siang ini juga sangat memberkatiku secara pribadi, Lukas 13: 10-17, tentang seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. Dan Tuhan Yesus telah menyembuhkan perempuan itu. Kepala rumah ibadat itu marah, bahwa Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, karena itu ia berkata kepada orang-orang,
"Ada enam hari untuk bekerja; datanglah pada hari-hari itu untuk disembuhkan, jangan pada hari Sabat!"
Tuhan menjawab, "Munafik kalian ini! Pada hari Sabat semua orang melepaskan lembu atau keledainya dari kandang dan membawanya keluar untuk memberi minum kepadanya. Nah, di sini sekarang ada seorang wanita keturunan Abraham, yang sudah delapan belas tahun lamanya terikat oleh Iblis. Apakah ia tidak boleh dilepaskan dari ikatannya itu pada hari Sabat?"
Jawaban Yesus itu membuat lawan-lawan Yesus malu sekali; tetapi semua orang-orang lainnya senang melihat segala yang ajaib yang dilakukan Yesus.

Aku sangat tersentuh sewaktu membaca Firman Tuhan itu, aku menangis...
Betapa baiknya Tuhan Yesus, banyak aturan dibuat manusia sebenarnya bertujuan untuk kebaikan.Tetapi ada saatnya peraturan tidak dipatuhi untuk menolong jiwa yang menderita, dan itu dilakukan Tuhan Yesus di hari Sabat.

Kembali hatiku tersentuh oleh seorang ibu pendeta dengan keterbatasannya, dengan salib berat yang dipikulnya, berbagi sukacita menyampaikan Firman Tuhan untuk jemaat yang haus berita kebenaran dan sukacita bersama Tuhan.

Terus terang, aku bukanlah orang yang berlebihan, tetapi setiap minggu adalah waktu berbagi yang menyenangkan. Banyak berkat dilimpahkan Tuhan, dan sebagian berkat itu adalah milik sesama, diantaranya ibu pendeta terkasih.
Dengan tersembunyi, melalui anak remaja yang berjualan kebutuhan rumah tangga untuk mencari dana pelayanan Gereja, satu bingkisan dikirimkan untuk ibu pendeta terkasih. Bahagianya melihat dari jauh, dia menerima berkat itu dengan gembira, sukacita tapi juga dengan mimik kebingungan.

Saudaraku terkasih,
Ternyata untuk melakukan sesuatu yang membuat orang lain senang, tidak perlu modal yang banyak atau menunggu diri kita menjadi kaya raya terlebih dahulu.
Mendengarkan ungkapan perasaan orang lain dengan sukacita dan tulus, serta berbagi rezeki dengan saudara yang membutuhkan merupakan kebahagiaan yang tidak terkatakan.
Terimakasih Tuhan karena telah begitu baik dalam kehidupanku.

GOD bless you and me, now and forever.
AMEN. semoga Informasi ini bermanfaat
Tuhan Yesus memberkati

Masukkan Code ini K1-EY8895-E
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com