Baca: Yohanes 11:33-44
Nats: Lalu menangislah Yesus. (Yohanes 11:35)
Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 3-4
Dalam
banyak kebudayaan, menangis adalah tanda kelemahan. Karena itu, orang
cenderung diajar untuk menahan diri dari menangis. Pemahaman ini
biasanya berlaku terutama bagi kaum laki-laki. Di dalam masyarakat,
sejak kecil anak laki-laki sudah diajar untuk tidak menangis dengan
alasan karena “laki-laki tidak seharusnya menangis”.Pemahaman
seperti ini jelas kurang tepat. Yesus pun pernah menangis. Dia bahkan
melakukannya di depan banyak orang, seperti yang tercatat dalam perikop
hari ini. Saat itu Lazarus, salah satu sahabat Yesus, meninggal dunia.
Maria dan orang-orang lain yang ada di sana datang menjemput-Nya dengan
berlinang air mata. Situasi ini membuat Yesus terharu dan kemudian
menangis. Dia tidak menahan diri-Nya. Tangisan Yesus ini juga tidak
dinilai negatif oleh orang-orang yang melihatnya. Justru mereka melihat
betapa Yesus mengasihi Lazarus melalu tangisan tersebut (ay. 36).
Menangis
adalah suatu mekanisme alami yang Tuhan ciptakan untuk menjadi
penyaluran perasaan kita, terutama ketika perasaan itu meluap tak
terkendali. Perasaan ini bisa berupa kesedihan, kesakitan, kemarahan,
bisa juga kegembiraan. Ketika seseorang tidak mampu menyalurkan perasaan
yang meluap ini, tidak jarang hal itu menjadi sumber masalah dalam
hidupnya. Ketika kita menangis, perasaan tersebut akan tersalurkan sehingga
kita merasa lega dan dapat mengendalikan diri lagi. Karena itu, kalau
memang Anda merasa perlu menangis untuk menyalurkan perasaan Anda,
menangislah.
MENANGIS BUKANLAH TANDA KELEMAHAN MALAH DAPAT MENJADI SUMBER KELEGAAN
sumber: saatteduh.wordpress.com/2013/03/02/menangis/
