Baca: Matius 12:1-15a
Orang
Farisi mempersoalkan murid-murid Yesus yang memetik bulir gandum pada
hari Sabat. Para murid dituduh melanggar peraturan Sabat. Jawaban Yesus
membongkar pemahaman keliru akan prinsip Sabat. Prinsip Sabat adalah
aturan Sabat yang tertuang dalam Taurat Musa. Sedangkan peraturan Sabat
di atas adalah buatan manusia. Peristiwa Daud memakan roti sajian yang
diperuntukkan para imam (Im 24:9),
dan tindakan imam yang bekerja justru pada hari Sabat merupakan contoh
penerapan prinsip Sabat yang benar. Kalau untuk yang kedua orang Farisi
tidak mempersalahkan, seharusnya demikian juga untuk yang pertama. Bagi
Yesus keduanya sesuai prinsip Sabat yang dibuat untuk kepentingan
manusia.
Pertentangan kedua terjadi di
sinagoge. Yesus bertemu dengan seorang yang mati sebelah tangannya.
Orang Farisi memakai kesempatan itu untuk mempersalahkan (= menuduh di
muka pengadilan) Yesus (10).
Mereka bertanya: “Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat?” Jawaban
Yesus akan mereka pakai untuk mendakwa-Nya di hadapan Mahkamah Agama.
Yesus
menjawab dengan sebuah contoh tentang domba yang jatuh di lobang pada
hari Sabat (11). Manusia lebih berharga dari pada domba; jika domba saja
boleh ditolong pada hari Sabat, apalagi manusia. Sayang, tindakan
penyembuhan yang dilakukan Yesus itu tidak menggugah hati orang Farisi
untuk memahami ajaran Yesus yang menekankan kasih. Mereka sudah membeku
dalam aturan-aturan Sabat yang mereka buat sendiri. Mereka malah
melanggar prinsip Sabat karena bermufakat untuk membunuh Yesus (14).
Sabat
memang berarti “perhentian” bagi segala aktivitas pekerjaan. Tujuannya
adalah agar manusia beristirahat dan menikmati belas kasih Allah. Maka,
berbuat baik atau menolong sesama manusia pada hari Sabat bukan hanya
benar melainkan baik! Sabat merupakan kasih karunia Tuhan, maka justru
pada saat Sabat itulah belas kasih Tuhan harus dinyatakan kepada sesama,
bukan malah menabur kedengkian seperti yang dilakukan orang Farisi.
source: http://saatteduh.wordpress.com/2013/01/29/mengisi-sabat-dengan-kasih/